Asumsi
Prejudice yang dalam http://id.wikipedia.org/
diartikan sebagai prasangka menjadi tema diskusi Inovasi 20 February 2015.
Menurut John E Farley prasangka terbagi menjadi 3 yaitu Prasangka Kognitif yang merupakan prasangka pada apa yang dianggap benar. Prasangka Afektif prasangka yang
merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai. Dan yang terakhir Prasangka Konatif, merupakan kecenderungan
seseorang dalam bertindak.
Prasangka
sendiri melahirkan tindak deskriminatif dalam suatu hal baik itu safety ataupun
sebaliknya destruktif. Korea Utara yang memberlakukan system yang membuat
masyarakatnya sangat tertekan dan bahkan memilih lari dari negaranya.
Pemerintahan kala itu sangat ketat karena ingin hidup dengan mandiri dan
kemandirianlah akan membentuk sebuah Negara yang adi daya. Itulah cara yang di
tempuh oleh pemerintahannya. Tetapi sebaliknya pelari yang takut akan sebuah
kematian, kelaparan, ketertindasan memaksa mereka memilih meninggalkan Negara
mereka. Mereka berasumsi akan jika tidak pergi mereka akan mati oleh politik kala
itu.
Saya
tertarik akan sebuah kesimpulan yang diambil dalam tulisan Uswatul Hasanah
“Jadi, prasangka sering dilakukan oleh orang-orang yang kurang memiliki
pengetahuan terhadap sesuatu dan tidak melakukan evaluasi ulang terhadap pengetahuannya”.
Tapi kita tidak boleh menutup mata dari
mana asalnya sebuah pengetahuan itu sendiri. Menurut Prof haryono selaku wakil
rektor universitas malang mengatakan bahwa “Pengetahuan sendiri bersal dari
sebuah asumsi”
Asumsi sendiri terbentuk dari realitas
yang ada. Realistas yang memberikan konsep
bahwa semua yang ada ini normal adanya. Asumsi yang sulit dirubah karena ini yang
terjadi. Perubahan itu menjadi tanda tanya besar perubahan seperti apa? Apa
yang harus saya rubah ? Apa yang harus saya lakukan untuk merubahnya. Hingga
saya tak bisa move on dari asumsi asumsi saya. Jika kita menuntut sebuah
perubahan yang besar kita juga butuh wacana yang relefan seperti yang dilakukan
Yunani dalam ajang demokrasi.
Dalam pemilu raya yang diselenggarakan di Yunani
tahun 2015 mengalami sedikit keunikan. Pemenang dari pemilu merupakan partai
kiri. Syriza populer karena melawan arus. Dikutip dari www.kompasiana.com Sejak pemilu 2012,
Syriza kampanye Yunani harus keluar dari Uni Eropa dan kembali ke mata uang
drachma. Asumsi saya yang terjadi setelah pemilu raya Yunani akan berubah
kembali pada masa kejayaannya atau kembali ke pemimpinan sebelumnya
pemerintahan yang buntu.
Andai
kita bisa merubah konsep dari sebuah asumsi seperti yang utarakan oleh Paulo
Feire tetang konsep dari asumsi bahwa realitas (sosial) yang ada, secara
historis bukan sesuatu yang jatuh dari langit (give) tetapi dibentuk
(constructe) oleh manusia. Perubahan bukanlah hal yang mustahil dilakukan.
Comments
Post a Comment