CREDIT TITLE
Farid sebagai compositor, Desy sebagai animator, Keina sebagai 3d asset. Deretan nama itu berjajar memenuhi layar ponselmu. Kau membaca deretan nama itu satu persatu, lalu terhenti disatu nama Keina. Itu namamu. Matamu membulat. Mukamu memerah. Kau tersenyum,
“Cie,
yang baru pertama ada di credit title…” ujar seorang kawan yang sedari tadi
memerhatikan apa yang kamu lakukan.
“Pipi
Kiena merah, ehh ciee….” ujar teman lain melanjutkan gurauannya.
“Sudah
sudah, saya mau pulang, dari pada revisi lagi nanti, masak udah tayang di
revisi lagi” Celetukmu, sembari buru-buru mengangkat tas ranser ke atas pundak,
tak tahan dengan ulah mereka yang semakin menggila jika kau tetap berlama-lama
disana.
Persis
setelah sampai kamar kost, kau dengan tergesa membuka lemari buku. Mencari buku
bersampul batik biru. Tanganmu sibuk memilah buku-buku sedangkan matamu dengan
awas mencari buku bersampul biru itu.
“Ketemu…”
ujarmu lirih.
Kau
Tarik ia dari tumpukan buku di lemari. Membuka halaman sampul, dan kau terhenti
disana. Di belakang halaman sampul itu ada banyak tulisan yang telah tercoret
dan tak sedikit yang masih bersih. Kau raih bolpoin yang tak jauh dari tempat
dudukmu. Mencoret satu baris tulisan, dan tersenyum setelahnya. Lantas kau rebahkan tubuh sambil terus
memandang bekas coretan yang masih baru itu. “Ada Di Credit Title Sebuah Film
Animasi”.
Kau mengingat kembali saat pertama
menuliskan kalimat-kalimat suci pada halaman belakang sambul buku itu. Tepatnya
7 tahun lalu, seseorang pembicara memberikan hadiah kecil itu padamu. Waktu itu
kamu bertanya apa pentingnya menulis cita-cita, bukankah cita-cita itu tidak
perlu ditulis tapi dikejar. Ia tidak menjawab, namun memberikanmu sebuah buku.
Katanya “Ini untukmu coba tulis saja,”. Lantas kau mengambilnya. Malamnya kau
mulai menulis cita-citamu hingga angka seratus. Seperti yang pembicara tadi
siang sampaikan padamu. Ada rasa malu ketika mimpi-mimpimu dengan mantab telah bertengger
disana.
Empat belas tahun silam.
Hari itu hari minggu, jam masih menunjukkan
pukul tujuh, kamu sudah siap disana, dengan tv sudah menyala sedari tadi.
Biasanya kamu akan duduk memandang layar tabung itu hingga pukul 11 siang.
“Seluruh kota
merupakan tempat bermain yang asyik. Oh senangnya aku senang sekali” Dengan antusias kau pun iku bernyanyi lagu
pembuka film yang kau tunggu-tunggu.
Sosok anak laki-laki berbaju merah
dan celana kuning yang menggemaskan mulai melakukan tingkah konyolnya. Matamu
membulat, tak jarang pula kau terlihat sangat jengkel dengan tokoh pipi bakpau
tersebut. Sesekali kau pun tertawa dengan lepasnya melihat tingkah bocah tk
itu.
Sejak kecil kau memang sangat
menyukai film-film kartun, bagimu gambar-gambar yang bergerak itu sangat
menakjubkan. Kadang kala kau berfikir andai menjadi salah satu karakter tokoh
film kartun pasti akan menyenangkan. Semua akan berakhir dengan baik-baik saja
dan selalu hidup kembali layaknya Tom and Jerry.
”Sang
beruang tidur dan tak ada yang berani ganggu dia, Oh sibuknya aku sibuk sekali”
Lagu
penutup mulai diputar tanda film telah usai. Deret
baris nama pengisi suara muncul. Ony sebagai Sinchan , Esty sebagai Boo, Ario
sebagai Papa. Dengan backgound berwarna biru dan tulisan warna putih
nama-nama itu bergantian muncul dari bawah ke atas dilayar televisi tabungmu.
Kau membacanya dengan seksama. Entah untuk yang ke berapa puluh kali.
Dalam hatimu kau berkata “Aku ingin
ada disana”. Sembari berkhayal esok ada namamu diakhir cerita sebuah film
kartun yang akan diputar diakhir pekan.
Kau pun tertawa membayangkan membaca namamu sendiri ada didepan layar
tabung itu.
Itulah angan sederhana gadis kecil
berusia 8 tahun dengan rambut sebahu dan matanya yang bulat.
Comments
Post a Comment