Berkunjung Ke Candi Cetho
“An, Habis subuh berangkat
sekitar jam 5 lebih kurang. Sampe sana mungkin jam 7. Disana ngambil foto dulu
mumpung masih pagi. Trus Nyoba sketsa langsung, terus main-main” tulis pesan
singkat teman saya melalui WhatsApp.
Saya sebenarnya agak ragu dengan kata jam 5. Itu waktu yang terlalu pagi. Hawa bumi
masih dingin dan saya tak terlalu suka kedinginan. Saya tak langsung mengiyakan
pesan singkat tersebut. Setelah tawar-menawar kamipun bersepakat berangkat pukul
06.30 dari Colomadu.
Candi yang terletak di RT.01/RW.03 Cetho Gumeng Jenawi Kabupaten
Karanganyar Jawa Tengah cukup membuat saya tertarik untuk berkunjung. Lokasinyapun
tak terlalu jauh dari tempat saya berada. Hanya butuh waktu kurang lebih satu
jam.
Dengan membayar biaya retribusi sebesar Rp. 7000 per orang untuk turis
lokal dan biaya seiklasnya sebagai pengganti perawatan kain, kami sudah bisa
masuk ke kawasan candi. Kami diharuskan memakai kain bermotif papan catur
sebagai tanda bahwa kami adalah pengunjung candi tersebut. Sedangkan untuk
turis asing di kenakan biaya sebesar Rp. 25.000. Disitu saya merasa beruntung
menjadi warga lokal.
Sehabis membayar tiket masuk kami mulai naik area candi, entah oksigen
yang semakin tipis karena ketinggian atau saya yang kedinginan. Nafas saya serasa
sesak saat mulai memasuki area candi. Tapi syukurlah tak berapa lama tubuh saya
bisa beradaptasi dengan atmosfer area candi.
“cekrek.... cekrek... cekrek...” suara kamera saat saya menekan tombol
shoot. Kami langsung mengambil foto sana sini, mencari sudut yang terbaik untuk
nantinya kami bahas dari segi prespektif, angel dan pengetahuan photografi
lainnya. Yang jelas dengan pengetahuan saya yang serba minim. Ahh proses belajar,
yang penting tidak membebani, tak apa. Kami tak menyianyiakan waktu karena
matahari tak pernah telat berkeliling.
Sehabis naik turun mencari spot yang tepat, matahari kian meninggi, tanda
waktu memotret kami telah habis. Beberapa hasil saya seperti gambar ini.
Saya kira, hasil dari potret
itulah yang akan kami skets, ah ternyata saya salah. Teman saya mengusulklan
untuk melakukan skets langsung dari objek yang kita lihat. Coret sana coret
sini. Usek sana usek sini. Alhasil seperti ini ini. Ahh, saya ketawa geli
melihat hasil sketsa saya. Terlalu miris untuk dideskripsikan rasanya.
Tak lama berselang ada rombongan ibu-ibu dan bapak-bapak yang
mengenakan safari (pakaian adat bali) datang. Beberapa perempuan membawa bungkusan
yang ditelakkan diatas kepala dan berjalan ke arah pura disebalah kanan saya. Ternyata
candi disini masih dijadikan tempat
ibadah pikir saya sambil terus melihat rombongan tersebut mempersiapkan diri
untuk berdoa. Mantera-mantera mulai di baca dengan khusuknya. Saya tak paham
apa isinya mungkin seperti bacaan saya dalam sholat.
Namun itu pengalaman pertama saya melihat umat hindu berdoa dari
dekat. Saya jadi merasa bersalah jika berbuat berisik diarea candi bukan karena
takut, tapi karena menghargai. Tak apa kita berkunjung ke tempat ibadah,
sekedar berswafoto atau ingin tau tempat tersebut tapi, alangkah baiknya kita
tidak berbuat sesuatu yang melanggar norma. Menjaga kelestarian peninggalan
sejarah terlebih lagi jika bangunan tersebut masih aktif digunakan sebagai
tempat ibadah.
Comments
Post a Comment