Posts

Mau Tidak Mau Perempuan Itu Tetap Lemah

Saya baru sadar seberapa lemahnya wanita terhadap tindak pelecehan, kekerasan, dan perilaku diskriminatif lainnya. Ini adalah pengalaman pertama saya. Saya tinggal di kosan yang kebetulan bersebelahan dengan pemandu karaoke atau bahasa kerennya lady companion (LC). Jadi sudah biasa jika waktu tengah malam ada orang ketawa ketiwi atau pulang dalam keadaan sempoyongan. Seperti manusia pada umumnya. Saya berusaha melakukan salah satu ciri-ciri makhluk hidup. Menyesuakan diri dengan ritme lingkungan yang berbeda. Sesekali menyapa atau berpamitan ketika hendak berangkat kerja menjadi hal rutin yang saya lakukan. Tak ada yang mengusik pikiran saya, hingga kejadian tadi pagi. Saat itulah saya begitu berharap menjadi laki-laki sepertinya akan lebih menyenangkan. Kejadiannya ada seseorang yang menetuk pintu kamar saya dan memanggil-manggil saya “mbak... mbak.... mbak tuban... berulang ulang kali”. Saya terbangun kaget, tak biasanya hal semacam itu terjadi. Sambil kriyip kriyip ...

Mencari Hulu Sebuah Tangisan

Image
Malam ini tiba-tiba ingin menangis begitu saja, tanpa sebab musabab yang jelas. Dan benar tak butuh beberapa lama air asin itu mulai keluar dengan sendirinya dari ujung mata. “Tak pernah aku bermaksud mengusik mu mengganggu setiap ketentraman hidupmu hanya tak mudah bagiku lupakanmu dan pergi menjauh ...” potongan lagu bernafas tanpamu dari lyla menjadi backsound yang melankoli. Beberapa kali saya mengalami hal tersebut, dan seringkali saya sendiri tak tau apa penyebabnya. Tiba-tiba ada gumpalan emosi dan ingin mengangis begitu saja. Jika di ibaratkan seperti hujan yang tiba-tiba muncul padahal matahari masih bergantung dilangit sana. Kalau dalam bahasa orang jawa namanya udan wewe. Saya sendiri tak tau maksudnya apa tapi seperti itulah   orang desa menyebut hujan yang turun bersamaan dengan terik matahari. Seperti pribahasa tiada asap tanpa api maka sama halnya tiada tangis tanpa sebab. Dan butuh beberapa saat untuk memikirkan hulu dari tangisan ini. Beberapa alas...

Badai Oktober

Ingatkah kamu tentang kisah kota hantu, cerita yang biasanya kau ulang-ulang untuk membuatku ketakutan dan tersenyum miris. Kamu paling tau, aku paling takut dengan cerita ataupun film hantu, meskipun aku tau semua itu tak pernah nyata adanya. Tapi, layaknya anak kecil yang teramat takut dengan orang mati, seperti itulah aku ketika telingaku mendengar kata hantu.  Kita biasa bertemu disebuah cafe dekat perempatan utama kota. Duduk dengan bangku yang sama dan dengan pesanan yang selalu sama coklat panas dengan taburan keju di atasnya sedang kamu selalu memilih menu yang berbeda setiap kita bertemu. Ketika ku tanya mengapa, jawabmu sederhana semua menu di cafe ini pasti enak dan layak dicoba.  Aku ingat beberapa percakapan kita, tentang tugas akhir yang begitu menyebalkan. Dan tiba-tiba mbak penjaga akan mengtakan pada kita “Mas, cafe tutup setengah jam lagi”. Saat   itulah baru aku sadar betapa waktu terasa teramat cepat jika aku bersamamu. Namun saat in...