Hari Ulang Tahun





 “Selamat ulang tahun kami ucapkan, semoga panjang umur kita kan do’akan.....” 

Sepenggal lirik lagu itu  menjadi lagu wajib yang selalu dinyanyikan saat perayaan hari kelahiran seseorang. Saya biasa menyebutkannya dengan hari ulang tahun. Layaknya lagu Indonesia Raya yang tak pernah ketinggalan dilantunkan saat pengibaran bendera, lagu itupun menjadi wajib dinyanyikan pada acara tersebut. Hari ulang tahun adalah hari di mana tanggal kelahiran seseorang dicatatkan oleh petugas kartu keluarga. Kenapa saya bilang seperti itu, karena terkadang hari kelahirannya bisa berbeda dengan catatan dalam kartu keluarga.

Sebungkus kado kecil kerap saya bawa ketika menghadiri sebuah undangan ulang tahun. Isinya selalu sama, buku tulis dibungkus dengan kertas warna-warni berhiaskan pita. Terkadang  saya menambahkan sebuah pensil atau penghapus ke dalamnya.  Itu menjadi kado favorit yang selalu saya bawa. Alasannya sederhana, saya selalu mempunyai banyak buku tulis, hadiah dari sekolah dan membungkus buku lebih mudah dari pada kado yang lainnya.  

Sesekali saya menghadiri undangan ulang tahun yang ada kue tarnya. Diatas kue tar terhias lilin dan nama orang yang akan meniup lilin tersebut. Menyakikan lagu selamat ulang tahun selalu menjadi rentetan acara yang menyenangkan, karena setelahnya kami akan makan. Kami anak-anak selalu bahagia jika ada undangan acara seperti itu, karena tidak semua orang merayakan ulang tahun termasuk saya. Setelah lagu itu sampai pada lirik “tiup lilinnya... tiup lilinnya... sekarang juga ...sekarang juga.... ” maka si punya tuan rumah dengan tidak sabaran akan meniup lilin yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dengan kompak kami pun bertepuk tangan. Terkadang jika si tuan rumah itu baik ia akan membagikan kue tar tersebut pada setiap anak yang datang.

Kami mengantri memberikan kado kami masing-masing pada anak yang berulang tahun tersebut. Nantinya kado tersebut diganti dengan bungkusan yang akan kami bawa pulang.

Sejak kecil saya tak diperkenalkan dengan perayaan ulang taun yang seperti itu, yang ada hanya upacara selamatan dengan nasi urap, tempe dan jika beruntung ada irisan telur atau ayam di dalamnya. Saya tak sempat bertanya tentang kenapa hari ulang tahun di keluarga kami hanya berjalan dengan sederhana dan paling mungkin hanya ada 5 orang anak yang datang itupun tidak setiap tahun.

Semakin beranjak dewasa hari ulang tahun semakin diperingati dengan sangat aneh. Ketika Sekolah Menengah Atas (SMA) misalnya. Teman-teman saya tak akan segan melempari telur, tepung, mentega atau bumbu masak lainnya untuk memeriahkan acara ulang taun. Terkadang tiba-tiba diceburkan ke dalam kolam sekolah atau bahkan di jahili, diikat dipohon hingga sore misalnya.

Untunglah ketika SMA saya tak pernah mendapatkan perlakuan seperti itu. Hanya mungkin beberapa lemparan tepung dan air. Tak ada peringatan yang spesial hanya makan bakso didekat salah rumah teman. Saya menyukai bakso disana dan makan bersama-sama orang yang saya suka. Itu menjadi satu kebiasaan kami saat ada yang sedang bersyukur pada tuhan atas tambahan umur yang diberikan.

Kemudian ketika kuliah  perayaan ulang tahun pertama di awal masuk kuliah saya sangat berkesan. Itu pertama kalinya malam hari basah kuyup dengan telur, air dan tepung. Tapi bukan itu bagian yang berkesannya. Saya mendapatkan sebuah kado yang istimewa sebuah gantungan kunci dengan gambar orang yang begitu spesial, saya sangat mengaguminya. Perayaan Ulang tahun yang kedua saya lupa apa. Ulang tahun ke tiga kami berjalan ke kebun teh dan makan bakso. Satu mangkuk berdua. Ini antara uang pas-pasan dan porsi bakso yang kebanyakan. Tapi saya menyukainya, karena selalu ada cerita. Seperti salah masuk masjid hingga dikira aliran nyeleweng, melenggang tak bersalah di tengah sirine polisi. Semuanya mengesankan

Dan ulang tahun kali ini tiba-tiba saya dikejutkan dengan adanya sebuah kue murffin coklat. Diatasnya terhias lilin yang siap saya tiup. Salah satu teman dari balik pintu memegangi kue kecil itu dan membiarkan saya meniup lilin yang ia pegang. Sayang lilin terebut adalah lilin yang sulit ditiup. Al hasil saya tak hanya satu kali meniupnya, entah berapa kali saya tak menghitungnya. Yang tragis bukan usaha saya meniup tapi usaha teman saya memenangi lilin tersebut. Ia  ketakutan karena setiap saya melakukan tiupan, selalu ada percikan api yang keluar dari lilin tersebut. Namanya juga lilin magic. Tak tahan dengan adegan tiup lilin, akhirnya  ia pun menyerah melatakkan kue dengan lilin yang tadi ia pegang di atas lantai dan membiarkan saya meniupnya sendiri. Kami tertawa amat bahagia kala itu. Dalam pikiranku “sukur.. sukur... , wong kesusu di garai“.

Itu kue terkecil yang pernah saya terima, karena saya membaginya menjadi 4 potongan. Perayaan itupun dirayakan satu hari sebelum hari kelahiran. Saya harus mengejar bus tujuan malang-solo yang sudah saya pesan sebelumnya. Memang tega sekali mereka. 

Saya  menyukai semua kenangan itu, bukan karena saya bertambah usia atau mendapatkan kado. Saya tak pernah bertambah usia malah yang ada usia kita semakin berkurang. Hanya saja saya merasa berarti untuk orang lain itu menyenangkan. Terimakasih  



Di kos sendirian setelah menelpon kenangan
Gambar diambil dari http://resepcaramemasak.info/resep-muffin-coklat-mudah-sederhana-dan-cara-membuatnya/

Comments

Popular posts from this blog

Memasukkan Gambar Pada Eclipse

Pengalaman KRS an yang pertama

Cara Skinning Bone Manual Dengan Blender