30 Menit Sesi Akhir
Menemani seorang bocah kelas enam
Sekolah Dasar (SD) mengerjakan tugas sekolah, kini menjadi rutinan kegiatan
yang ku lakukan. Malam ini, tak kurang dari 30 menit ia sudah begitu bosan
dengan sebuah buku yang tersaji tepat didepannya. “Mbak sudah yaaa” ujarnya
dengan nada memelas ingin mengakhiri sesi paling membosankan baginya, mengerjakan
soal dalam buku paket yang ia miliki.
Aku hanya menatapnya dan tak
memberi jawaban atas permintaannya. Tak berapa lama iapun mengoceh kembali “Mbak
aku pusinggg ujarnya sembari menelungkupkan muka ke kasur. Ia memang selalu
seperti itu tiap mengerjakan buku paket, apalagi jika di dalamnya terdapat soal
matematika.
“Wah masih ada 30 menit lagi,
gimana kalau kamu kasih soal ke mbak? Nanti mbak kerjain terus kamu yang
koreks,i” Rayuku padanya. “Gak usah wes mbak. Aku wes pusing”
jawabnya lagi sambil merengek.
“Ya sudah, ya sudah, mau apa ?”
tanyaku dengan lembut.
“Main mesin squishy, mbak maua?” ujarnya
“mesin squishy ? ” tanyaku
“Iya, abis asar tadi aku
buat” jawabnya
“Ya sudah ayo main, “ jawabku lagi
Tak lama, ia pun beranjak ke luar
kamar mengambil dua buah kardus dan satu buah toples berisi mermacam-macam squishy. Ia mulai menyiapkan satu
persatu perkakas yang akan digunakan untuk permainan mesin squishy .
“Ini namanya mesin squishy, yang ini khusus squisi kecil
dan yang ini khhusus yang besar,” ujarnya sambil menunjuk mesin squishy yang telah dibuatnya. Aku hanya
mendengarkan segala macam penjelasan tentang barang barang kecil miliknya.
“Kalau yang kecil ini gini
caranya, masukin koin dulu,” ujarnya “Mbak punya koin ? ” ia bertanya kepadaku.
“Ohh, ada di tasku,” aku bergegas
menyabar tas yang sedari tadi ada di dekat pintu. Mengeluarkan sebuah koin
bernilai 1000 rupiah dan memberikannya padanya.
“Ini ” ujarku sambil menyodorkan
koin tersebut.
Ia mulai berperan layaknya profesional
sales yang sedang memperagakan cara menggunakan sebuah produk di depan
pengunjung. Dan di sini, akulah pengunjungnya.
“Kita coba yang mesin squishy yang besar ya, kalau yang besar caranya gini,
kita masukkin dulu uang koinnya lewat sini. Terus diputar tombolnya ke kanan.
Nanti squishy akan keluar dan tinggal
ditarik aja mbak” ucapnya menjelaskan fungsi-fungsi dari setiap bagian
dari mesinnya.
Akupun melakukan apa yang ia
ucapkan, dan tak seberapa lama sebuah squishy keluar dari dalam mesin berbahan
kardus tersebut. Aku diminta untuk mengambil squishy yang telah jatuh ke
bawah. “Sudah mbak, ambil super duper squishynya” pintanya.
“Iya-iya ” jawabku. Akupun
menuruti permintaannya mengambil sebuah squishy
berbentuk hot dog tersebut.
“Sekarang yang mesin squishy kecil mbak,” ia
melanjutkan.
Ia pun memulai melakukan perannya
kembali, menjadi seorang profesional mesin squishy
. Di tengah permainan tak sengaja mesin squishy kecil rusak, sekat dalam kardus squishy tertindih kepalanya saat berusaha memperagakan gerakan orang creambath
menggunaka mesin squishy. Kami hanya tertawa tanpa menyesali mesin squishy kecil yang telah rusak itu.
Tak terasa sudah hampir 30 menit
kami melakukan permainan mesin squishy.
Permainan yang mungkin bagiku teramat aneh. Melihat ia berimajinasi seperti
seorang Alexander Volta pencipta lampu, dan ia kini menjadi pencipta mesin squishy.
Menjadi anak kecil teramat
menyenangkan, imajinasinya terus tubuh dan berkembang biak seperti Amoeba yang
terus saja membelah diri tanpa bisa dibendung. Terkadang kita orang dewasa
harus belajar banyak hal dari seorang anak, berimajinasi, bermimpi dan mewujudkan. Tak usah muluk-muluk, cukup sederhana saja. Seperti mesin squisi yang dibuatnya, sederhana.
Dan itulah 30 menit akhir kami
memainkan permainan kecil kami.
Comments
Post a Comment