Tak Jadi Gresik Pasuruanpun Tak Apa
Awalnya aku diajak salah satu
teman untuk mengunjungi ibu temanku yang sedang sakit. Aku jadi teringat ibuku
waktu itu. Aku ikut dengan catatan harus sampai malang jam 5, karena ada
kewajiban lain yang harus di selesikan. Kami berangkat jam 8, pasnya aku lupa karena saat itu aku
tak memperhatikan jam secara rincinya, hanya melihat sekilas saja.
Sebelumnya kami harus mampir
dahulu di kawasan pasuruan untuk menjemput salah seorang teman kami yang tinggal
disana. Kunjungan kami itu tidak hanya menjemputnya melainkan juga berziarah
untuk ayahnya yang baru saja pulang dari umroh dari makkah.
Tenyata di pertengah jalan haluan
kami berubah lantaran pesan kami tak berbalas untuk menjenguk ibu teman kami. Akhirnya
kami memutuskan untuk berkunjung ke salah satu wisata disana. Tempat yang kami
jadikan tujuan yaitu sebuah air terjun di kawasan Prigen namanya “Air Terjun
Putuk Truno” yang konon mitosnya jika ada pasangan kekasih yang kesana, jalinan
kasihnya akan abadi.
Itu yang tertera di salah satu
papan yang ku baca waktu itu. Cukup dengan membayar 10 ribu saja untuk masuk
dan menikmati sejuknya air bercampur udara disiang hari. Aku sarankan jangan
menitipkan helm di tempat penitipan karena banyarnya mahal. Lebih baik tempatkan
saja helm kalian di sepeda masing masing.
Perjalan awal cukup mudah karena
area yang di lewati area turunan bidng miring. Kami hanya cukup melakukan rem
sandal saja untuk menjaga agar tidak tergelincir. Di sepajang perjalanan Ayom dan
Aris yang tak henti-hentinya melakukan pose ala-ala model. Dan tentunya dengan Ayom
sebagai fotografer gratis dan Aris sebagai model amatirs. Hahaha....
Salah satu pose yang paling
fenomenal yang Aris lakukan, ketika dia mencoba meniru gaya Asoka, salah satu
film Bollywood yang dibintangi Sahrul Khan. Pose yang diambil ketika Asoka mencelupkan
rambutnya ke dalam aliran air sungai, dan dengan keren plus gagah ia
mengibaskan rabutnya yang masih terlihat berkilau lantaran terpaan sinar
matahari. Sayang pose yang dilakukan Aris itu gagal lantaran air masuk ke dalam
hidungnya yang mungil. Dan terbatuk-batuklah ia.
Butuh berjam-jam untuk kami bosan menikmati
pemandangan yang tuhan ciptakan. Sayang, langit kala itu sudah mengandung
mendung, akhirnya kami memuskan untuk pulang. Perjalanan pulang tak seindah perjalanan
berangkat, kami harus mendaki bidang miring yang membentuk sudut lancip mungkin
40 derajat. Hingga satu teman kami berujar “biasanya perjalan pulang terasa
lebih cepat, tapi ini kok malah lambat ” ujarnya sambil ngos ngosan karena
jalan yang di lalui amatlah menanjak.
Jika perjalan berangkat dari
parkir sampai menuju tempat air terjun hanya membutuhkan 10 menit perjalan
pulang terasa lebih lama. Air langitpun turun mengiri kepulangan kami menuju
rumah teman kami. Sehabis sholat asar kami memutuskan untuk pulang ke Malang,
namun hujan tak juga menunjukkan akan mereda. Soto yang tadinya menjadi
santapan sarapan kami sudah menghilang rasanya dari perut. Kamipun memutuskan
untuk makan bakso sembari menunggu hujan reda. Aris lagi-lagi berulah. Kali itu
ia tak berpose, hanya saja ia mengambil porsi sambal yang super banyak. ½ mangkok
sambal di tuangkannya ke dalam mangkok baksonya. Tak ayal kuah yang tadinya
berwarna bening berubah jadi pekat.
Pedas, panas bercampur jadi satu
mungkin itu yang Aris rasakan. Mukanya memerah bibinya pun tak ketinggalan. Kringat
jagung penuh menempel di mukanya. Aku hanya berfikir “kita kan gak makan mie
ayam kenapa kuah punya Aris air kayak
kuah mie ayam ya ?”
Sesuai makan kami sepakat untuk
pulang ke malang meskipun harus menerjang hujan lantaran waktu itu hampir
menunjukkan magrib. Kami pulang sesuai do’a bersama bersama ayah ilma. Ilma itulah
si pemilik rumah yang kami kunjungi. Do’anya panjang, aku lupa apa saja, namun
ada beberapa wejangan beliau yang ku ingat semoga kami semua bisa melanjutkan
S2 dan menjadi wirausaha. Amieennn
Comments
Post a Comment